Ratu Kalinyamat
Sudut pandang pemaknaan "Tapa Wuda/Tapa
Telanjang"
Kisah tentang Ratu Kalinyamat
melakukan "Tapa Wuda" atau bertapa dengan cara telanjang tentu sudah
banyak kita dengar karena selain kisah itu diceritakan dalam naskah babad,
cerita inipun sangat dikenal dikalangan masyarakat banyak.
Kisah tentang Ratu Kalinyamat
yang melakukan Tapa Wuda Bersinjang Rikma (bertapa telanjang dan hanya menutupi
dirinya dengan rambut panjangnya) ini disebabkan oleh perasaan kecewa dan
dendam dari Ratu Kalinyamat atas pembunuhan terhadap Kakandanya, Sunan Prawata
yang saat itu menjadi Sultan Demak dan juga pembunuhan terhadap suaminya,
Pangeran Hadiri.
Ratu Kalinyamat beranggapan bahwa
Adipati Djipang, Arya Penangsang lah yang seharusnya bertanggung jawab atas
peristiwa pembunuhan pembunuhan tersebut.
"Benarkah Ratu Kalinyamat
telah melakukan Tapa Wuda ?"
Kenapa kita tidak memaknai kisah
itu dengan pengertian yang lain. Mungkin Ratu Kalinyamat memang telah didera
perasaan kecewa dan dendam atas terbunuhnya kakanda dan suaminya sehingga Ratu
Kalinyamat telah memutuskan untuk bertapa, "Mengasingkan diri".
Sedang ungkapan Wuda / Telanjang
mungkin saja mempunyai makna bahwa Ratu Kalinyamat ingin menelanjangi diri atau
melepaskan diri dari segala kebesaran dan simbol simbol kebangsawanannya
mengingat Ratu Kalinyamat adalah putri dari Sultan Trenggana dan juga sebagai
penguasa di wilayah Kalinyamatan.
Dengan cara mengasingkan diri
serta melepaskan segala simbol kebesarannya inilah mungkin Ratu Kalinyamat
ingin menunjukan keprihatinannya atas peristiwa yang terjadi sekaligus sebagai
bentuk protesnya atas ketidak adilan yang diterimanya.
Terasa aneh rasanya kalau Ratu
Kalinyamat yang seorang bangsawan dan juga sorang muslim yang sholehah bahkan
suaminyapun, Pangeran Hadiri adalah muslim yang taat yang konon merupakan
keturunan bangsawan sekaligus ulama dari Aceh telah memilih untuk melakukan
tapa telanjang, ... telanjang dalam arti sesungguhnya.
Selebihnya Ratu Kalinyamat adalah
sosok wanita perkasa serta seorang pemimpin yang cakap dalam memajukan wilayah
kekuasaannya.
Dimasa pemerintahan Ratu
Kalinyamat, Jepara sangatlah maju secara perekonomian sehingga Jepara mampu
mensejahteraan rakyatnya. Kemajuan perekonomian Jepara tak terlepas dari
kecakapan Ratu Kalinyamat dalam mengembangkan dan memajukan pelabuhan Jepara
sebagai salah satu pelabuhan laut yang besar dan ramai di wilayah pesisir utara
karena pelabuhan Jepara banyak disinggahi oleh kapal kapal para pedagang.
Dalam hal kekuatan pasukannya,
Jepara dibawah kepemimpinan Ratu Kalinyamat ternyata mampu membangun sebuah
kekuatan pasukan yang melegenda. Bahkan Ratu Kalinyamat sendiri adalah seorang
pemimpin wanita yang mempunyai keberanian yang mengagumkan serta tak kalah dari
para penguasa/Adipati wilayah lainnya.
Hal ini dibuktikan bahwa Jepara
dibawah kendali Ratu Kalinyamat pernah dua kali mengirimkan armada perangnya
dalam jumlah yang besar untuk berperang melawan Portugis yang dalam hal ini
Ratu Kalinyamat menganganggap bahwa Portugis adalah satu kekuatan yang dapat
mengancam kedaulatan wilayah Jepara dan wilayah nusantara lainnya.
Pengiriman armada Jepara yang
pertama adalah saat Ratu Kalinyamat mengirimkan pasukannya membantu Kasultanan
Johor dan yang kedua adalah membantu Kasultanan Aceh. Memang kedua pengiriman
armada perang Jepara ini tidaklah berhasil atau gagal, tapi setidaknya itu
menunjukan betapa berkuasanya dan betapa pemberaninya Ratu Kalinyamat dalam
menghadapi pasukan asing yang dianggap akan menguasai wilayah nusantara.
Portugis sendiri pada masa itu
memang tengah gencar melakukan ekspansinya ke seluruh pelosok semenanjung Asia
tak terkecuali ke wilayah Nusantara.
Oleh keberaniannya inilah,
pengelana sekaligus sejarawan Portugis, De Couto dalam bukunya "De
Asia" telah menjuluki Ratu Kalinyamat dengan "Reinha De Jepara,
Senhora Panderosa a Rica" (Ratu Jepara, seorang Perempuan yang Kaya dan
berkuasa), dan bahkan catatan pemerintah Portugis Ratu Kalinyamat digelari
sebagai "De Kranige Dame" (Seorang Perempuan Pemberani).
Oleh catatan itulah, terlepas
dari persoalan tentang kisah Ratu Kalinyamat yang melakukan tapa telanjang,
ternyata dimasa sekitar 475 tahun yang lalu di Bumi Nusantara telah hadir
seorang perempuan yang perkasa dan pemberani serta seorang perempuan yang telah
mempunyai sikap perlawanannya terhadap kekuatan asing yang ingin menguasai bumi
Nusantara.
Sosok dan perjuangan Kangjeng
Ratu Kalinyamat ini mungkin saja menggambarkan satu sosok perempuan yang
inspiratif layaknya seorang Kartini, bahkan Ratu Kalinyamat sendiri telah hadir
jauh sebelum Pahlawan Wanita Indonesia RA Kartini lahir. Dan entah apa karena
kebetulan belaka, Ratu Kalinyamat adalah Penguasa Jepara dimasa lalu sedang RA
Kartini juga berasal dari Jepara.
**"Selamat Hari
Kartini" **
Semangat bagi perempuan
Indonesia. Sukses dalam berkarir namun jangan lupakan kodratmu sebagai seorang
Wanita.