Minggu, 19 September 2021

KEPEMIMPINAN DAN MANAGEMEN ORGANISASI

A .Pendahuluan

        “Setiap orang adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan ditanya apa yang dia pimpin” (H.R Bukhori).
Berdasarkan hadist diatas sudah sepatutnya bahwa, dalam setiap pribadi harus selalu ditanamkan sebuah keyakinan bahwa dirinya terlahir sebagai pemimpin, baik pemimpin bagi dirinya sendiri maupun pemimpin dalam kelompok sosialnya. Dalam sejarah hidup manusia kepemimpinan merupakan sesuatu yang historis,alami dan tak terelakkan. Dikatakan historis, karena dalam perjalanan sejarahnya selalu ditandai dengan munculnya kepemimpinan, hingga ada ungkapan bahwa jika ada tiga orang manusia maka bisa dipastikan satu dari tiga orang itu menjadi pemimpin. Alami, karena kebutuhan terhadap kepemimpinan adalah selalu realistis dan wajar tidak terelakkan, karena kepemimpinan ini merupkan kebutuhan manusia dalam rangka mengatur pemenuhan kebutuhannya yang berbeda-beda dalam kelompoknya, bahkan dalam perjalanan hidup manusia selanjutnya kepemimpinan merupakan aktualisasi diri dan pengakuan sosial.
  Seorang pemimpin itu pasti akan dimintai pertangungjawabannya. Agar dapat mempertangungjawabkan dengan baik, maka kepemimpinan harus dijalankan secara ihsan (optimal).untuk mencapai keoptimalan ini diperlukan suatu penalaran subjek kepemimpinan (leadership) sekaligus penalaran tentang pengelolaan objek kepemimpinan (managemen)

B. Kepemimpinan

    1. Pengertian kepemimpinan
Kepemimpinan itu mempunyai makna melakukan motivating (mendorong), directing (mengarahkan), leading (Memberi contoh) bahkan pada saat-saat tertentu commanding (memaksa). Menurut George Terry dalam bukunya principles of management menyatakan kepemimpinan adalah keseluruhan aktivitas atau tindakan untuk mempengaruhi serta menggiatkan orang dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan (leadership is the activity of influencing people to strive willingly for mutual objectives)

    2. Syarat-syarat pemimpin
Secara umum hasil kajian dari para ahli dikemukakan bahwa syarat seorang pemimpin yang baik adalah sebagai berikut : a. Menyadari bahwa jabatan merupakan amanat yang harus dilaksanakan dengan baik dan sekaligus harus dipertanggungjawabkan kepada tuhan dan organisasi.
b. Mampu memahami aturan organisasi atau prinsip organisasi.
c. Cerdas, rasional,kreatif, responsif terhadap perubahan dan visioner.
d. Memiliki komitmen pada etika ( jujur, tanggung jawab, moralis, bijaksana dan iklas).
e. Memiliki emotional stability
f. Menguasai knowladge of human relation.
g. Personal motivation (inisiatif), pro aktif, antusias dan percaya diri.
h. Mampu melakukan komunikasi sosial (perhatian, demokratis, terbuka).
i. Mampu mengidentifikasi masalah.
j. Technical competency.
k. Berani mengambil resiko.

    3. Faktor yang menyebabkan seseorang dapat menjadi pemimpin.
Mengapa sebagaian orang dapat menjadi pemimpin sedang sebagian yang lain tidak? Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang menjadi pemimpin yankni; faktor individunya 
sendiri, faktor situasi dan kombinasi kedua faktor itu.

a. Teori sifat / karakter ; leaders are born not made!
        Menurut teori ini,”seorang dapat menjadi pemimpin itu dikarenakan :
-karakter fisik ; teori ini banyak dikritik.
- karakter kepribadian :inteligensi, mampu berbicara, motif yang dimiliki untuk mencapai sukses dan motif untuk bergabung
- karisma

b. Teori situasional
         Seseorang dapat menjadi pemimpin itu karena orang tersebut ada pada tempat yang tepat dan dalam waktu yang tepat pula misalnya : posisi keberadaan (secara fisik), senioritas (karana lebih tua), situasi yang dihadapi (persaingan /ancaman butuh leader yang otoritar), kebutuhan kelompok (bila kebutuhan berubah maka kelompok butuh leader yang lain).
         Dengan pemahaman tentang hal yang menyebabkan seseorang dapat menjadi pemimpin ini, maka akan mengantarkan pada pemahaman, bahwa pada dasarnya kita sebagai anggota osis tidak tertutup kemungkinan, Suatu ketika akan menjadi pemimpin baik karena faktor dari diri sendiri, faktor situasi maupun karena faktor kombinasi keduanya.

    4. Model Kepemimpinan
        Pada umumnya ada beberapa model kepemimpinan yang dapat diterapkan antara lain:
a. Kepemimpinan autokrasi / direktif, sering dikenal dengan kepemimpnan otoriter (memungkinkan pengambilan keputusan secara cepat).
b. Kepemimpinan Partisipatif (seringkali pengambilan keputusan lebih lama, resiko ditanggung bersama).
c. Kepemimpinan karismatik.

        Menurut ilmu managemen kontemporer dijelaskan bahwa tidak ada “ one best “ (Yang terbaik) dari berbagai model kepemimpinan. Yang terbaik adalah kepemimpinan yang mengadaptasi gayanya sesuai dengan situasi dan kondisi bawahan. Kepemimpinan model ini yakni, kepemimpinan yang menerapkan empat gaya kepemimpinan berdasarkan ukuran / persepsi tentang kemauan dan kemampuan yang dipimpin. Empat gaya yang dimaksud adalah :

1.Instruksi,untuk bawahan yang tingkat kemauan,keyakinan, kemampuan dan pengetahuannya rendah atau tidak ada sama sekali.
2.Konsultasi, untuk bawahan yang kemampuannya rendah tetapi kemauannya tinggi. Praktek cara ini yaitu degan mengarahkan,mendukung dan melakukan komunikasi dua arah.
3.Partisipasi, untuk bawahan yang kemampuan pendidikan,pengetahuan dan pengalamannya tinggi namun motivasi dan keyakinannya rendah. Model ini adalah penerapan gaya kepemimpinan dengan mendukung dan saling tukar ide tanpa mengarahkan.
4.Delegasi, untuk bawahan yang tingkat kematangannya tinggi, yakni kemauan dan kemampuannya dapat diandalkan. Model ini bukan berarti pemimpin tidak bertanggung jawab, tapi justru pemimpin sebagai penanggung jawab umum.

Disamping mengenali gaya kepemimpinan ,seorang pemimpin agar bisa melaksanakan kepemimpinannya dengan baik juga diperlukan kemampuan pemimpin (leadership ability ) yang termasuk didalamnya berupa beberapa ketrampilan kepemimpinan ( leadership Skill ). Adapun ketrampilan kepemimpinan yang dimaksud meliputi :
1. Ketrampilan teknis.
2. Ketrampilan manusiawi.
3. Ketrampilan konseptual.

    C. Managemen Oorganisasi
        Managemen merupakan sesuatu yang tidak terelakkan dalam sebuah organisasi, karena tidak ada keberhasilan organisasi tanpa adanya manajemen yang baik. Managemen berasal dari bahasa inggris manage yang berarti mengemudikan, mengurus, memerintah, dalam bahasa indonesia diartikan proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai tujuan. Dalam organisasi manajemen diartikan proses menggerakkan tindakan – tindakan dalam usaha kerja sama manusia untuk mencapai tujuan.
        Inti managemen adalah terletak pada efisiensi (perbandingan terbaik antara input dengan output), dan efektifitas (sasaran tercapai sesuai rencana).Untuk mengetahui efisiensi dan efektifitas ini harus sesuai dengan status dan misi organisasinya.
           Ada beberapa langkah pokok dalam memanagemen organisasi yaitu :
 
        1.Programming (perencanaan)
        Semua kegiatan organisasi harus didahului dengan perencanaan yang baik , biasanya perencanaan dituangkan dalam bentuk program kerja, project proposal.
Adapun dalam penyusunan perencanaan harus mempertimbangkan ; What (kegiatan apa), Why (dasar pemikiran yang ingin dicapai), When (waktu pelaksanaan yang strategis), Where (Tempat pelaksanaan), Who ( penasehat, penanggung jawab, pengarah dan pelaksana sesuai dengan kemampuan) dan How (teknik operasionalnya).

        2.Organizing (pengorganisasian)
        Yaitu pengaturan tugas , dalam hal ini berarti bagaimana membagi tugas pada anggota sesuai dengan jenis pekerjaan dan kemampuan dari anggota.
Prinsip – prinsip dalam pengorganisasian :
a. Pembagian tugas secara profesional, seimbang , tidak tumpang tindih, dan jelas berdasarkan koordinasi.
b. Ada struktur kepemimpinan
c. Tanggung jawab berdasarkan job
d. Kesatuan perintah, yang berarti seorang bawahan hanya menerima tugas dan bertanggung jawab pada seorang atasan.
e. Kesatuan arah tujuan.
f. Flesibilitas (menyesuaikan perubahan sosial).
g. Kontinuitas.
 
      3. Aktuating (Pelaksanaan)
        Yaitu menjalankan atau mengerjakan rencana –rencana yang telah dibuat. Dalam tahapan ini pemimpin harus mampu mendorong, mengarahkan , memberi contoh dan bahkan memaksa bawahannya.

       4.Controlling ( Pengawasan )
        Yaitu kegiatan pengkajian / melihat, apakah tugas yang dikerjakan itu sudah sesuai rencana yang buat . Jika tidak sesuai rencana maka perlu dilakukan usaha perbaikan agar tetap sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
        Tujuannya adalah untuk mengamati program organisasi, upaya yang telah dilakukan, mengetahui hasil yang dicapai, menghindari kesalahan, sehingga selalu terjadi perbaikan, dinamitas, tercapainya ketertiban, kerapian serta mencegah terulangnya kesalahan.
Adapun prinsip pengawasan adalah berorientasi pada tujuan organisasi, objektif, teliti , tepat, jujur, dilakukan terus menerus serta bertumpu pada perbaikan dan penyempurnaan.

    D. Penutup
         Mudah – mudahan tulisan yang sederhana ini dapat bermanfa’at bagi pembaca. Penulis sadar bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan , karena itu kritik dan saran penulis terima dengan lapang dada.

 

DISIPLIN MENJADI KARAKTER SISWA

Dalam kehidupan sehari – hari sering kali kita mendengar kata displin, namun hakikat kata tersebut belum di pahami secara utuh. Kita mengenal adanya disiplin belajar, disiplin kerja, disiplin lalu lintas, dan macam istilah yang lain. Apa sesungguhnya makna disiplin?

 Disiplin merupakan suatu kondisi yang terbentuk dari proses dan serangkaian sikap dan perilaku yang menunjukkan nilai ketaatan, kepatuhan, ketertiban dan tanggungjawab. Disiplin secara etimologi berasal dari bahasa latin “disibel” yang berarti pengikut. Seiring dengan perkembangan bahasa, kata tersebut mengalami perubahan menjadi ‘disipline” yang artinya kepatuhan atau yang menyangkut tata tertib. Disiplin memerlukan integritas emosi dalam mewujudkan keadaan.

 Disiplin diri berawal dari hal-hal kecil, seperti misalnya bagi pelajar yang mampu membagi waktu untuk belajar, untuk bermain sehingga tak menimbulkan suatu pertabrakan kegiatan pada waktu yang sama. Berbeda dengan pendapat yang menyatakan bahwa disiplin berasal dari bahasa latin “Disciplina” yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat. Jadi sifat disiplin berkaitan dengan pengembangan sikap yang layak terhadap pekerjaan. Saat ini kata displin telah berkembang mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan, sehingga para ahli memberikan definisi yang berbeda – beda tentang kata tersebut.

 Widagdo (1981: 22) bahwa, “Disiplin adalah taat dan patuh pada peraturan-peraturan, norma-norma, instruksi-instruksi dan lain-lain, yang dinyatakan berlaku untuk sekelompok orang tertentu”. Atmosudirjo (1987: 64), bahwa disiplin adalah: (1) Suatu sikap mental (state of mental attitude) tertentu, yang merupakan sikap taat dan tertib; (2) Suatu pengetahuan (knowledge) tingkat tinggi tentang sistem aturan-aturan perilaku, sistem atau norma-norma kriteria, standar yang menimbulkan kepranawaan (insight) dan kesadaran (conssiousness); (3) Suatu sikap kelakuan (behavior) yang secara wajar menunjukkan kesungguhan hati, pengertian dan kesadaran untuk mentaati segala apa yang diketahui itu secara cermat. Disiplin adalah tata tertib (di sekolah, kemiliteran, dsb) atau ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (tata tertib, dsb) (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

 Kedisiplinan dapat dilatih dengan menekankan pada pikiran dan watak untuk menghasilkan kendali diri, kebiasaan untuk patuh dan sebagainya. Latihan- latihan itu dalam rangka menghasilkan kebiasaan patuh dapat dilihat pada penanaman kedisiplinan di kalangan angkatan bersenjata. Ibadah puasa dapat digolongkan sebagai latihan yang tujuannya untuk penanaman kedisiplinan guna mempertinggi daya kendali diri. Orang-orang yang berdisiplin adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya. Tetapi perkembangan teknologi dan pertumbuhan ekonomi yang pesat mengakibatkan terjadinya perubahan dalam masyarakat berupa pergeseran nilai-nilai serta tradisi yang ada, yang berpengaruh terhadap sikap serta pandangan hidup manusia, sehingga terjadi hal-hal yang tak terkendali. Hal ini memperjelas pengertian bahwa pada hakikatnya kedisiplinan mengandung beberapa unsur, yakni ketaatan, pengetahuan, kesadaran, ketertiban perasaan senang di dalam menjalankan tugas dan mematuhi atau mentaati segala peraturan perundangan yang berlaku. Sehingga peran kedisiplinan adalah sebagai pencipta suatu kondisi di mana individu, masyarakat dan aparatur pemerintah mematuhi semua peraturan dan ketentuan yang ada sehingga tercapainya suatu keadaan yang tertib dan teratur.

 Disiplin perlu dibina melalui jalur pelatihan, pengarahan, dan jalur keteladanan, karena disiplin sebagai suatu upaya mematuhi “tata krama”. Berdasarkan uraian disertai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan merupakan suatu sikap atau perilaku yang mencerminkan ketaatan secara sadar, sukarela dan senang hati dari individu terhadap peraturan, ketaatan terhadap prosedur, ketaatan terhadap asa, dan lain-lain.

 Kedisiplinan pada siswa merupakan aspek utama dan esensial pada pendidikan dalam keluarga yang diemban oleh orang tua, karena mereka bertanggung jawab secara kodrati dalam meletakkan dasar-dasarnya pada anak. Berarti, nilai-nilai kepatuhan telah menjadi bagian dari perilaku dalam kehidupannya. Kedisiplinan siswa jelas akan mempengaruhi perilaku lainnya di lingkungan manapun baik di lingkungan rumah, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, kedisiplinan anak (siswa) mencakup: (1) Kedisiplinan di rumah dan lingkungan masyarakat, seperti ketaqwaan terhadap tuhan yang maha Esa, melakukan kegiatan secara teratur, melakukan tugas-tugas pekerjaan rumah tangga (membantu orang tua), menyiapkan dan membenahi keperluan belajarnya, mematuhi tata tertib di rumah, dan mempunyai kepedulian terhadap lingkungan; (2) Kedisiplinan di lingkungan sekolah di mana anak sedang melakukan kegiatan belajarnya. Di lingkungan sekolah kedisiplinan ini diwujudkan dalam pelaksanaan Tata Tertib Sekolah.

 Dalam Tata Tertib Sekolah antara lain disebutkan oleh Soemarmo (1998:67), bahwa sekolah adalah sumber disiplin dan tempat berdisiplin untuk mencapai ilmu pengetahuan yang dicita-citakan. Di dalam tata tertib tersebut diatur mengenai hak dan kewajiban siswa, larangan, dan sanksi-sanksi. Dalam tata tertib sekolah disebutkan bahwa siswa mempunyai kewajiban:

1.  Harus bersikap sopan dan santun, menghormati Ibu dan Bapak Guru, pegawai dan petugas sekolah baik di sekolah maupun di luar sekolah.

2.   Harus bersikap sopan dan santun, menghormati sesama pelajar, baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah.

3.   Menggunakan atribut sekolah sekolah.

4.  Hadir tepat waktu.

5.  Patuh kepada nasihat dan petunjuk orang tua dan guru.

6.  Tidak dibenarkan untuk meninggalkan kelas sekolah kecuali mendapat ijin khusus dari guru kelas / Kepala Sekolah, dan sebagainya.

 Kedisiplinan di lingkungan masyarakat, bisa berupa ketaatan terhadap rambu – rambu lalu lintas, kehati-hatian dalam menggunakan milik orang lain, dan kesopanan dalam bertamu.

 Uraian tersebut adalah suatu kejelasan bahwa kedisiplinan itu sebagai bekal bagi anak untuk mengarungi kehidupannya demi masa depan anak. Karena itu kedisiplinan pada siswa penting untuk dipersiapkan dan dibina semenjak dini. Untuk itu diperlukan kerjasama antar orang tua dengan sekolah karena adanya faktor - faktor dalam kedisiplinan yang perlu mendapat perhatian bersama. Jenis perilaku disiplin yang menyatu dalam segala aspek kepribadian adalah taqwa, patuh, sadar, rasional, mental, teladan, berani, dan kejujuran. Untuk mewujudkan kedisiplinan ini, kriteria atau kualitas tersebut harus secara terus menerus didukung oleh aspirasi dari kehendak berbuat dari para pelakunya.

 Karena kedisiplinan tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan harus ditumbuhkan dari perbuatan dari para pelaku, untuk itu diperlukan suatu latihan atau pelajaran tertentu agar diperoleh seseorang yang mempunyai kedisiplinan yang baik dan mandiri, sehingga dapat mengatur dan mengendalikan dirinya agar melakukan perbuatan yang secara sosial dapat diterima lingkungannya, dan menghindari apa yang dilarangnya. Kedisiplinan seseorang adalah produk sosialisasi sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya, terutama lingkungan sosial. Dalam pembentukan kedisiplinan tunduk pada proses belajar. Karena itu, penting sekali kedisiplinan pada siswa senantiasa ditumbuhkembangkan demi menapaki kehidupan anak (siswa) tersebut pada masa - masa mendatang.


                    Thoyyibin, S.Pd 

Rabu, 15 September 2021

Nilai-Nilai Pancasila dalam Kerangka Praktik Penyelenggaraan Pemerintahan Negara

A. Sistem Pembagian Kekuasaan Negara Republik Indonesia

1. Macam-Macam Kekuasaan Negara

Konsep kekuasaan tentu saja merupakan konsep yang tidak asing bagikalian. Dalam kehidupan sehari-hari konsep ini sering sekali diperbincangkan, baik dalam obrolan di masyarakat maupun dalam berita di media cetak maupun elektronik. Apa sebenarnya kekuasaan itu?. Secara sederhana kekuasaan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memengaruhi orang lain supaya melakukan tindakantindakan yang dikehendaki atau diperintahkannya. Sebagai contoh, ketika kalian sedang menonton televisi, tiba-tiba orang tua kalian menyuruh untuk belajar kemudian kalian mematikan televisi tersebut dan masuk ke kamar atau ruang belajar untuk membaca atau menyelesaikan tugas sekolah. Contoh lain dalam kehidupan di sekolah, kalian datang ke sekolah tidak boleh terlambat, apabila terlambat tentu saja kalian akan mendapatkan tegurandari guru. Di masyarakat, ada ketentuan bahwa setiap tamu yang tinggal di wilayah itu lebih dari 24 jam wajib lapor kepada Ketua RT/RW, artinya setiap tamu yang datang dan tinggal lebih dari 24 jam harus lapor kepada yang berwenang. Nah, contoh-contoh tersebut menggambarkan perwujudan dari kekuasaan yang dimiliki oleh sesorang atau lembaga. Apakah negara juga mempunyai kekuasaan negara? Tentu saja negara mempunyai kekuasaan, karena pada dasarnya negara merupakan organisasai kekuasaan. Dengan kata lain, bahwa negara memiliki banyak sekali kekuasaan. Kekuasaan negara merupakan kewenangan negara untuk mengatur seluruh rakyatnya untuk mencapai keadilan dan kemakmuran, serta keteraturan.

Apa saja kekuasaan negara itu? Kekuasaan negara banyak sekali macamnya. Menurut John Locke sebagaimana dikutip oleh Riyanto (2006:273) bahwa kekuasaan negara itu dapat dibagi menjadi tiga macam kekuasaan sebagai berikut.

a.    Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang.

b.    Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang, termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang- undang.

c.     Kekuasaan federatif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan hubungan luar negeri.

Selain John Locke, ada tokoh lain yang berpendapat tentang kekuasaan negara, yaitu Montesquieu. Sebagaimana dikutip oleh Riyanto (2006:273).

a.    Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang.

b. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang.

d.    Kekuasaan yudikatif, yaitu kekuasaan untuk mempertahankan undangundang, termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang-undang.

Pendapat yang dikemukakan oleh Montesquieu merupaka penyempurna-an dari pendapat John Locke. Kekuasaan federatif oleh Montesquieu dimasuk -kan ke dalam kekuasaan eksekutif, fungsi mengadili dijadikan kekuasaan yang berdiri sendiri. Ketiga kekuasaan tersebut dilaksanakan oleh lembaga-lembaga yang berbeda yang sifatnya terpisah. Teori Montesquieu ini dinamakan Trias Politika.

 

2. Konsep Pembagian Kekuasaan di Indonesia

Dalam sebuah praktik ketatanegaraan tidak jarang terjadi pemusatankekuasaan pada satu orang saja, terjadi pengelolaan sistem pemerintahandilakukan secara absolut atau otoriter. Untuk menghindari hal tersebutperlu ada pemisahan atau pembagian kekuasaan, agar terjadi kontrol dankeseimbangan di antara lembaga pemegang kekuasaan. Dengan kata lain,kekuasaan legislatif, eksekutif maupun yudikatif tidak dipegang oleh satuorang saja.kan Pancasila dan Kewarganegaraan 5

Apa sebenarnya konsep pemisahan dan pembagian kekuasaan itu?Kusnardi dan Ibrahim (1983:140) menyatakan bahwa istilah pemisahankekuasaan (separation of powers) dan pembagian kekuasaan (divisions ofpower) merupakan dua istilah yang memiliki pengertian berbeda satu samalainnya. Pemisahan kekuasaan berarti kekuasaan negara itu terpisah-pisahdalam beberapa bagian, baik mengenai organ maupun fungsinya. Dengankata lain, lembaga pemegang kekuasaan negara yang meliputi lembagalegislatif, eksekutif dan yudikatif merupakan lembaga yang terpisah satusama lainnya, berdiri sendiri tanpa memerlukan koordinasi dan kerja sama.Setiap lembaga menjalankan fungsinya masing-masing. Contoh negarayang menganut mekanisme pemisahan kekuasaan adalah Amerika Serikat.

Berbeda dengan mekanisme pemisahan kekuasaan, di dalam

mekanisme pembagian kekuasaan, kekuasaan negara itu memang dibagi-bagi dalam beberapa bagian (legislatif, eksekutif dan yudikatif ), tetapi tidakdipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa di antara bagian-bagianitu dimungkinkan ada koordinasi atau kerja sama. Mekanisme pembagianini banyak sekali dilakukan oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia.

Bagaimana konsep pembagian kekuasaan yang dianut negara Indonesia?Mekanisme pembagian kekuasaan di Indonesia diatur sepenuhnya didalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penerapan pembagiankekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian kekuasaansecara horisontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal.

a.      Pembagian Kekuasaan Secara Horisontal

Pembagian kekuasaan secara horisontal yaitu pembagian kekuasaanmenurut fungsi lembaga-lembaga tertentu (legislatif, eksekutif danyudikatif ). Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,secara horisontal pembagian kekuasaan negara dilakukan pada tingkatanpemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Pembagian kekuasaanpada tingkatan pemerintahan pusat berlangsung antara lembagalembaganegara yang sederajat. Pembagian kekuasaan pada tingkatpemerintahan pusat mengalami pergeseran setelah terjadinya perubahanUUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pergeseran yang dimaksudadalah pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya terdiriatas tiga jenis kekuasaan (legislatif, eksekutif dan yudikatif) menjadi enamkekuasaan negara.

1)     Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan untuk mengubah danmenetapkan Undang-Undang Dasar. Kekuasaan ini dijalankan olehMajelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalamPasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yangmenyatakan bahwa “Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenangmengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.”

2)     Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undangundangdan penyelenggraan pemerintahan negara. Kekuasaan inidipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1)UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa“Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahanmenurut Undang-Undang Dasar.”

3)     Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undangundang.Kekuasaan ini dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyatsebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD Negara RepublikIndonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Dewan PerwakilanRakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.”

4)  Kekuasaan yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman yaitukekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkanhukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh MahkamahAgung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalamPasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”

5)   Kekuasaan eksaminatif/inspektif, yaitu kekuasaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.”

6)     Kekuasaan moneter, yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan nilai rupiah. Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan indepedensinya diatur dalam undang- undang.”

Pembagian kekuasaan secara horisontal pada tingkatan pemerintahan daerah berlangsung antara lembaga-lembaga daerah yang sederajat, yaitu antara Pemerintah Daerah (Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pada tingkat provinsi, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah provinsi (Gubernur/Wakil Gubernur) dan DPRD provinsi. Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah Kabupaten/Kota (Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota) dan DPRD kabupaten/kota.

b.   Pembagian Kekuasaan Secara Vertikal

Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan berdasarkan tingkatannya, yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan. Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Berdasarkan ketentuan tersebut, pembagian kekuasaan secara vertikal di negara Indonesia berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah (pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota). Pada pemerintahan daerah berlangsung pula pembagian kekuasaan secara vertikal yang ditentukan oleh pemerintahan pusat. Hubungan antara pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota terjalin dengan koordinasi, pembinaan dan pengawasan oleh pemerintahan pusat dalam bidang administrasi dan kewilayahan.

Pembagian kekuasaan secara vertikal muncul sebagai konsekuensi dari diterapkannya asas desentralisasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan asas tersebut, pemerintah pusat menyerahkan wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah otonom (provinsi dan kabupaten/kota) untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan di daerahnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, yaitu kewenangan yang berkaitan dengan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, agama, moneter dan fiskal. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (5) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.

 

B.       Kedudukan dan Fungsi Kementerian Negara Republik Indonesia dan Lembaga Pemerintah Non-Kementerian

 

1. Tugas Kementerian Negara Republik Indonesia

Dari uraian sebelumnya kalian tentunya sudah memahami bahwa sistem pemerintahan yang dianut oleh negara kita adalah sistem pemerintahan presidensial. Dalam sistem presidensial, kedudukan presiden sangat kuat, karena ia merupakan kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Dengan demikian, seorang Presiden mempunyai kewenangan yang sangat banyak. Coba kalian perhatikan tabel di bawah ini!


Tabel 1.1
Kewenangan Presiden Republik Indonesia Menurut 
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Kewenangan Presiden Republik Indonesia sebagai Kepala Negara

Kewenangan Presiden Republik Indonesia Sebagai Pemerintahan

a.    Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara (Pasal 10).
b.   Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR (Pasal 11 Ayat 1).
c.    Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR (Pasal 11 Ayat 2).
d.   Menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12).
e.    Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13 Ayat 1 dan 2).
f.     Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR
(Pasal 13 Ayat 3).
g.    Memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung
(Pasal 14 Ayat 1).
h.   Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR
(Pasal 14 ayat 2).
i.      Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang (Pasal 15).

 

a.    Memegang kekuasaan pemerintahan (Pasal 4 ayat 1).
b.    Mengajukan Rancangan Undang Undang kepada DPR (Pasal 5 ayat 1).
c.     Menetapkan Peraturan Pemerintah (Pasal 5 ayat 2).
d.    Membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden (Pasal 16).
e.    Mengangkat dan memberhentikan menteri- menteri (Pasal 17 ayat 2).
f.      Membahas dan memberi persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan RUU (Pasal 20 ayat 2 dan 4).
g.    Menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang dalam kegentingan yang memaksa (Pasal 22 ayat 1).
h.    Mengajukan RUU APBN untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD (Pasal 23 ayat 2).
i.      Meresmikan keanggotaan BPK yang dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD (Pasal 23F ayat 1).
j.      Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan Komisi Yudisial dan disetujui DPR (Pasal 24A ayat 3).
k.    Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR (Pasal 24 B ayat 3).

l.      Mengajukan tiga orang calon hakim konstitusi dan menetapkan sembilan orang hakim konstitusi (Pasal 24 C ayat 3).

 

Tugas dan kewenangan presiden yang sangat banyak ini tidak mungkin dikerjakan sendiri. Oleh karena itu, presiden memerlukan orang lain untuk membantunya. Dalam melaksanakan tugasnya, Presiden Republik Indonesia dibantu oleh seorang wakil presiden yang dipilih bersamaan dengannya melalui pemilihan umum, serta membentuk beberapa kementerian negara yang dipimpin oleh menteri-menteri negara. Menteri-menteri negara ini dipilih dan diangkat serta diberhentikan oleh presiden sesuai dengan kewenangannya.

Keberadaan Kementerian Negara Republik Indonesia diatur secara tegas dalam Pasal 17 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan:

(1)     Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
(2)     Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
(3)     Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
(4)     Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang.


Selain diatur oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, keberadaan kementerian negara juga diatur dalam sebuah undang-undang organik, yaitu Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara. Undang-undang ini mengatur semua hal tentang kementerian negara, seperti kedudukan, tugas pokok, fungsi, susunan organisasi, pembentukan, pengubahan, penggabungan, pemisahan atau penggantian, pembubaran/penghapusan kementerian, hubungan fungsional kementerian dengan lembaga pemerintah non-kementerian dan pemerintah daerah serta pengangkatan dan pemberhentian menteri.

Kementerian Negara Republik Indonesia mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

a.    Penyelenggara perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya, pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya dan pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.

b.    Perumusan, penetapan, pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya, pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya, pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan kementerian di daerah dan pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.

c.                   Perumusan  dan penetapan kebijakan di bidangnya,  koordinasi dan  sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya,  pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya dan pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya.

Pasal 17 ayat (3) UUD NRI tahun 1945 menyebutkan bahwa “setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.” Dengan kata lain, setiap kementerian negara masing-masing mempunyai tugas sendiri. Adapun urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab kementerian negara adalah sebagai berikut.

a.    Urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meliputi urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan.

b.    Urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meliputi urusan agama, hukum, keuangan, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan.

c.     Urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah, meliputi urusan perencanaan pembangunan nasional, aparatur negara, kesekretariatan negara, badan usaha milik negara, pertanahan, kependudukan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah, pariwisata, pemberdayaan perempuan, pemuda, olahraga, perumahan, dan pembangunan kawasan atau daerah tertinggal.

 2. Klasifikasi Kementerian Negara Republik Indonesia

Setelah membaca uraian di atas, tentu saja pemahaman kalian akan kementerian negara yang ada di negara kita semakin bertambah. Nah, supaya pemahaman kalian semakin bertambah, kalian harus membaca kelanjutan dari materi di atas yang akan diuraikan pada pokok bahasan ini.

Kalian tentunya sudah memahami bahwa setiap kementerian bertugas membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Dengan demikian, jumlah kementerian negara dibentuk cukup banyak. Hal ini dikarenakan urusan pemerintahan pun jumlahnya sangat banyak dan beragam. Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara secara tegas menyatakan bahwa jumlah maksimal kementerian negara yang dapat dibentuk adalah 34 kementerian negara. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara. Kementerian Negara Republik Indonesia dapat diklasifikasikan berdasarkan urusan pemerintahan yang ditanganinya.

a.    Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang nomenklatur/ nama kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah sebagai berikut.

1)     Kementerian Dalam Negeri

2)     Kementerian Luar Negeri

3)     Kementerian Pertahanan

b.    Kementerian yang mempunyai tugas penyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara dengan upaya pencapaian tujuan kementerian sebagai bagian dari tujuan pembangunan nasional. Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD Tahun 1945 adalah sebagai berikut:

1)       Kementerian Agama
2)       Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
3)       Kementerian Keuangan
4)       Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
5)       Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
6)       Kementerian Kesehatan
7)       Kementerian Sosial
8)       Kementerian Ketenagakerjaan
9)       Kementerian Perindustrian
10)   Kementerian Perdagangan
11)   Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
12)   Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
13)   Kementerian Perhubungan
14)   Kementerian Komunikasi dan Informatika
15)   Kementerian Pertanian
16)   Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
17)   Kementerian Kelautan dan Perikanan
18)   Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
19)   Kementerian Agraria dan Tata Ruang

c.    Kementerian yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara serta menjalankan fungsiperumusan dan penetapan kebijakan di bidangnya, koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya, dan pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya. Kementerian ini yang menangani urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah.

1)  Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
2)  Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
3)  Kementerian Badan Usaha Milik Negara
4)  Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
5)  Kementerian Pariwisata
6)  Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
7)  Kementerian Pemuda dan Olahraga
8)  Kementerian Sekretariat Negara

Selain kementerian yang menangani urusan pemerintahan di atas, ada jugakementerian koordinator yang bertugas melakukan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian-kementerian yang berada di dalam lingkup tugasnya. Kementerian koordinator, terdiri atas beberapa kementerian sebagai berikut.

1)  Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

a)   Kementerian Dalam Negeri
b)   Kementerian Hukum dan HAM
c)    Kementerian Luar Negeri
d)   Kementerian Pertahanan
e)   Kementerian Komunikasi dan Informatika

 f)    Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

2)  Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

a)   Kementerian Keuangan
b)   Kementerian Ketenagakerjaan
c)    Kementerian Perindustrian
d)   Kementerian Perdagangan
e)   Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
f)     Kementerian Pertanian
g)   Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
h)   Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
i)     Kementerian Badan Usaha Milik Negara
j)     Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

              3)  Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

a)   Kementerian Agama;
b)   Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
c)    Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi;
d)   Kementerian Kesehatan;
e)   Kementerian Sosial;
f)     Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi;
g)   Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; dan
h)   Kementerian Pemuda dan Olahraga.

4)  Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.

a)   Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
b)   Kementerian Perhubungan
c)    Kementerian Kelautan dan Perikanan
d)   Kementerian Pariwisata

 3. Lembaga Pemerintah Non-Kementerian

Selain memiliki kementerian negara, Republik Indonesia juga memiliki Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK) yang dahulu namanya Lembaga Pemerintah Non-Departemen. Lembaga Pemerintah Non-Kementerian merupakan lembaga negara yang dibentuk untuk membantu presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahan tertentu. Lembaga Pemerintah Non-Kementerian beradadi bawah presiden dan bertanggung jawab langsung kepada presiden melalui menteri atau pejabat setingkat menteri yang terkait. kementrian yang tugasnya, yaitu di bidang pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya.

1)       Badan Informasi Geospasial (BIG).

2)       Badan Intelijen Negara (BIN).

3)  Badan Kepegawaian Negara (BKN), di bawah koordinasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

4)       Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), di bawah koordinasi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

5)  Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

6) Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi.

7)       Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

8)       Badan Narkotika Nasional (BNN).

9)       Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

10)  Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

11)  Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).

12)  Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), di bawah koordinasi Menteri Kesehatan.

14)   Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), di bawah koordinasi Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

15)       Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

16)    Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL), di bawah koordinasi Menteri Lingkungan Hidup.

17)    Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi.

18)       Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS),di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

19)       Badan Pertanahan Nasional (BPN), di bawah koordinasi Menteri Dalam Negeri.

20)   Badan Pusat Statistik (BPS), di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

21)       Badan SAR Nasional (BASARNAS).

22)  Badan Standardisasi Nasional (BSN), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi.

23)    Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi.

24)       Badan Urusan Logistik (BULOG), di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

25) Lembaga Administrasi Negara (LAN), di bawah koordinasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

26)       Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi.

27)       Lembaga Ketahanan Nasional (LEMHANAS).

28)       Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

29)    Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi.

30)       Lembaga Sandi Negara (LEMSANEG), di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan, Keamanan.

31)    Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PERPUSNAS), di bawah koordinasi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

  

  

C.        Nilai-Nilai Pancasila dalam Penyelenggaraan

1. Sistem Nilai dalam Pancasila

Sistem secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu rangkaian yang saling berkaitan antara nilai yang satu dan nilai yang lain. Jika kita berbicara tentang sistem nilai berarti ada beberapa nilai yang menjadi satu dan bersama-sama menuju pada suatu tujuan tertentu. Sistem nilai adalah konsep atau gagasan yang menyeluruh mengenai sesuatu yang hidup dalam pikiran seseorang atau sebagian besar anggota masyarakat tentang apa yang dipandang baik. Pancasila sebagai nilai mengandung serangkaian nilai, yaitu: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, keadilan. Kelima nilai tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak terpisahkan mengacu kepada tujuan yang satu. Pancasila sebagai suatu sistem nilai termasuk ke dalam nilai moral (nilai kebaikan) dan merupakan nilai-nilai dasar yang bersifat abstrak.

2. Implementasi Pancasila

Pancasila yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan landasan bangsa Indonesia yang mengandung tiga tata nilai utama, yaitu dimensi spiritual, dimensi kultural, dan dimensi institusional. Dimensi spiritual mengandung makna bahwa Pancasila mengandung nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai landasan keseluruhan nilai dalam falsafah negara. Hal ini termasuk pengakuan bahwa atas kemahakuasaan dan curahan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa perjuangan Bangsa Indonesia merebut kemerdekaan terwujud. Dimensi kultural mengandung makna bahwa Pancasila merupakan landasan falsafah negara, pandangan hidup bernegara, dan sebagai dasar negara. Dimensi institusional mengandung makna bahwa Pancasila harus sebagai landasan utama untuk mencapai cita-cita, tujuan bernegara, dan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Aktualisasi nilai spiritual dalam Pancasila tergambar dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti bahwa dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan tidak boleh meninggalkan prinsip keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Nilai ini menunjukkan adanya pengakuan bahwa manusia, terutama penyelenggara negara memiliki keterpautan hubungan dengan Sang Penciptanya. Artinya, di dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggara negara tidak hanya dituntut patuh terhadap peraturan yang berkaitan dengan tugasnya, tetapi juga harus dilandasi oleh satu pertanggungjawaban kelak kepada Tuhan di dalam pelaksanaan tugasnya. Hubungan antara manusia dan Tuhan yang tercermin dalam sila pertama tersebut sesungguhnya dapat memberikan rambu-rambu agar tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran, terutama ketika dia harus melakukan korupsi, penyelewengan harta negara, dan perilaku negatif lainnya. Nilai spiritual inilah yang tidak ada dalam doktrin good governance yang selama ini menjadi panduan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia masa kini. Nilai spiritual dalam Pancasila ini sekaligus menjadi nilai lokalitas bagi Bangsa Indonesia yang seharusnya dapat teraktualisasi dalam tata kelola pemerintahan.

Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, Sila Persatuan Indonesia, dan Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksaan dalam permusayaratan perwakilan merupakan gambaran bagaimana dimensi kultural dan institusional harus dijalankan. Dimensi tersebut mengandung nilai pengakuan terhadap sisi kemanusian dan keadilan (fairness) yang non-diskriminatif; demokrasi berdasarkan musyawarah dan transparan dalam membuat keputusan; dan terciptanya kesejahteraan sosial bagi semua tanpa pengecualian pada golongan tertentu. Nilai-nilai itu sesungguhnya jauh lebih luhur dan telah menjadi rumusan hakiki dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.

Tiga nilai utama yang tertuang dalam Pembukaan UUD NR Tahun 1945 tersebut di atas harus senantiasa menjadi pertimbangan dari perhatian dalam sistem dan proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan bangsa. Pancasila sebagai falsafah bangsa dalam bernegara merupakan hakiki yang harus termanifestasikan dalam simbol-simbol kehidupan bangsa,

 lambang pemersatu bangsa, dan sebagai pandangan hidup bangsa. Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan, nilai falsafah harus termanifestasikan di setiap proses perumusan kebijakan dan implementasinya. Nilai Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan utuh di setiap praktik penyelenggaraan pemerintahan yang mengandung makna bahwa ada sumber-sumber spiritual yang harus dipertimbangkan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat agar tidak terjadi perlakuan yang sewenang dan diskriminatif. Selain itu, nilai spiritualitas hendaknya menjadi pemandu bagi penyelenggaraan pemerintahan agar tidak melakukan aktivitas-aktivitas di luar kewenangan dan ketentuan yang sudah digariskan.

3. Nilai-Nilai Pancasila dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara

Pengkajian Pancasila secara filosofis dimaksudkan untuk mencapai hakikat atau makna terdalam dari Pancasila. Berdasarkan analisis makna nilai-nilai Pancasila diharapkan akan diperoleh makna yang akurat dan mempunyai nilai filosofis. Dengan demikian, penyelenggaraan negara harus berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 sebagai berikut.

a. Nilai Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

1)    Pengakuan adanya kausa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

2)    Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya.

3)    Tidak memaksa warga negara untuk beragama, tetapi diwajibkan memeluk agama sesuai hukum yang berlaku.

4)    Atheisme dilarang hidup dan berkembang di Indonesia.

5)    Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama, toleransi antarumat dan dalam beragama.

6)    Negara memfasilitasi bagi tumbuh kembangnya agama dan iman warga negara dan menjadi mediator ketika terjadi konflik antar agama.

b.   Nilai Sila Kemanusian yang Adil dan Beradab

1)    Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makluk Tuhan. Karena manusia mempunyai sifat universal.

2)    Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa, hal ini juga bersifat universal.

3)    Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah. Hal ini berarti bahwa yang dituju masyarakat Indonesia adalah keadilan dan peradaban yang tidak pasif, yaitu perlu pelurusan dan penegakan hukum yang kuat jika terjadi penyimpangan-penyimpangan, karena Keadilan harus direalisasikan dalam kehidupan bermasyarakat.

c.    Nilai Sila Persatuan Indonesia

1)  Nasionalisme

2)  Cinta bangsa dan tanah air

3)  Menggalang persatuan dan kesatuan bangsa

4)  Menghilangkan penonjolan kekuatan atau kekuasaan, keturunan dan perbedaan warna kulit.

5)  Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggulangan.

d.   Nilai Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan

1)    Hakikat Sila ini adalah demokrasi. Demokrasi dalam arti umum, yaitu pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

2)    Permusyawaratan, artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan bersama. Di sini terjadi simpul yang penting yaitu mengusahakan putusan bersama secara bulat.

3)    Dalam melakukan putusan diperlukan kejujuran bersama. Hal yang perlu diingat bahwa keputusan bersama dilakukan secara bulat sebagai konsekuensi adanya kejujuran bersama.

4)    Perbedaan secara umum demokrasi di negara barat dan di negara Indonesia, yaitu terletak pada permusyawaratan rakyat.

e.      Nilai Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

1)  Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan berkelanjutan.

2)  Seluruh kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan bagi kebahagiaan bersama menurut potensi masing-masing.

3)  Melindungi yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja sesuai dengan bidangnya.


 

LATIHAN DASAR KEPEMIMPINAN (LDK)

PENGERTIAN DAN PERAN KEPEMIMPINAN Kepemimpian berasal dari kata “pimpin” yang berarti tuntun atau bimbing. Pimpin dapat pula berarti menunju...