Menerapkan berbagai model yang mengikuti pendekatan saintifik memiliki manfaat besar dalam usaha meningkatkan hasil belajar. Terdapat lebih dari seratus model pembelajaran yang bisa dimanfaatkan dalam menerapkan pendekatan saintifik, salah satunya adalah pembelajaran kooperatif seperti yang dijelaskan oleh Budiyanto dkk pada tahun 2016. Sejak pertama kali diperkenalkan di Universitas John Hopkins, pembelajaran kooperatif telah mengalami perkembangan yang signifikan melalui berbagai penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kolaborasi akademik antara siswa, membangun hubungan positif, meningkatkan kepercayaan diri, serta meningkatkan kemampuan akademik melalui kegiatan kelompok. Para ahli dan peneliti dalam bidang pembelajaran kooperatif, seperti Johnson dan Johnson pada tahun 1991, Slavin pada tahun 1995, Sharan dan Sharan pada tahun 1992, Hill & Hill pada tahun 1993, Arends pada tahun 2004, dan Heinich serta rekan-rekannya pada tahun 2002, menggambarkan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi pembelajaran yang terorganisir dengan baik, di mana siswa bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai lima anggota dengan beragam latar belakang untuk mencapai tujuan bersama.
Mengacu pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu pembelajaran dikatakan merupakan pembelajaran kooperatif jika pembelajaran tersebut mencerminkan karakteristik sebagai berikut:
- Siswa-siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai enam anggota dengan level dan latar belakang yang bervariasi.
- Siswa-siswa melakukan interaksi sosial satu sama lain dalam bentuk diskusi, curah pendapat, dan sejenisnya.
- Tiap-tiap individu memiliki tanggungjawab dan sumbangannya bagi pencapaian tujuan belajar baik tujuan individu maupun kelompok.
- Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan coacher dalam proses pembelajaran.
Beberapa elemen yang menjadi karakteristik atau ciri pembelajaran kooperatif menurut Slavin (1995) adalah:
- Saling ketergantungan positif (positive interdependence)
- Interaksi tatap muka (face-to-face promotive interaction)
- Tanggungjawab individual (individual accountability)
- Keterampilan-keterampilan kooperatif (cooperative skills)
- Proses kelompok (group proces)
- Pengelompokan siswa secara heterogen
- Kesempatan yang sama untuk sukses (equal opportunities for success)
Dengan kata lain, dalam pembelajaran kooperatif, terdapat hubungan positif yang saling bergantung antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap siswa memiliki peluang yang sama untuk meraih keberhasilan. Kegiatan pembelajaran berfokus pada siswa dan mencakup diskusi, kolaborasi dalam mengerjakan tugas, bantuan bersama, serta dukungan dalam mengatasi permasalahan. Melalui interaksi pembelajaran yang efektif ini, siswa menjadi lebih termotivasi, memiliki rasa percaya diri yang tinggi, dapat menggunakan strategi berpikir tingkat tinggi, serta membangun hubungan antarpribadi yang baik. Model pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa untuk mencapai pemahaman materi pada tingkat yang hampir sama.
Secara umum Tim PKP Dikti (2007) menyebutkan ada empat tahap pembelajaran kooperatif yaitu:
Langkah Kerja Kelompok,
ni adalah tahap inti dari proses pembelajaran.
Kolaborasi dalam kelompok dapat mengambil berbagai bentuk, seperti
menyelesaikan masalah atau memahami serta menerapkan suatu konsep melalui
berbagai metode seperti diskusi, eksplorasi, pengamatan, eksperimen,
penjelajahan melalui internet, dan lain sebagainya. Guru perlu menyusun pedoman
yang akan memandu jalannya kegiatan kelompok ini. Pedoman tersebut mencakup
tujuan pembelajaran, materi yang akan dipelajari, durasi kegiatan, cara kerja
kelompok, serta tanggung jawab individu dalam kelompok, serta hasil akhir yang
diharapkan dapat dicapai.
Langkah Tes/Kuis,
yaitu langkah di mana semua siswa diharapkan telah mampu memahami
konsep/topik/masalah yang sudah dikaji bersama dan mampu menjawab tes atau kuis
untuk mengetahui pemahaman mereka terhadap konsep/topik/ masalah yang dikaji.
Penilaian individu ini mencakup penguasaan ranah kognitif, afektif dan
ketrampilan sosial.
Langkah Penghargaan Kelompok,
yaitu langkah-langkah untuk memberikan penghargaan kepada kelompok yang
berhasil meningkatkan skor dalam tes individu adalah sebagai berikut: Pertama,
kita menghitung kenaikan skor dengan mengurangkan skor tes individu setelah
pembelajaran dari skor dasar sebelumnya. Kemudian, kita menjumlahkan skor yang
diperoleh oleh setiap siswa dalam kelompok tersebut, dan menghitung
rata-ratanya. Selanjutnya, berdasarkan nilai rata-rata ini, kita menentukan
penghargaan yang akan diberikan kepada setiap kelompok.
Evaluasi pembelajaran dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu sebelum pembelajaran dimulai sebagai tes pra, selama proses pembelajaran, dan pada akhirnya, saat mengevaluasi hasil belajar siswa baik secara individu maupun dalam kelompok. Ketika pembelajaran berlangsung, evaluasi dilakukan dengan mengamati sikap, keterampilan, kemampuan berpikir, dan kemampuan berkomunikasi siswa. Aspek-aspek seperti tingkat dedikasi dalam menyelesaikan tugas, hasil eksplorasi, kemampuan berpikir kritis dan logis dalam memberikan pendapat atau argumen, kemauan untuk berkolaborasi dan berbagi tanggung jawab, serta sikap tanggung jawab, keterbukaan, empati, penghargaan terhadap orang lain, persatuan, dan lain sebagainya, adalah beberapa contoh yang dapat dinilai selama proses pembelajaran.
Penilaian dilakukan dalam dua bentuk,
yakni penilaian individu dan penilaian kelompok. Penilaian individu digunakan
untuk mengevaluasi pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari, mencakup
aspek kognitif, afektif, dan keterampilan. Sementara itu, penilaian kelompok mencakup
berbagai indikator keberhasilan kelompok seperti kohesi kelompok, dinamika
dalam kelompok, kemampuan kepemimpinan, kerjasama, dan lain-lain. Kriteria
penilaian ini biasanya disepakati bersama pada awal proses pembelajaran selama
tahap orientasi. Selain langkah-langkah atau sintak pembelajaran kooperatif
secara umum, terdapat langkah-langkah khusus atau spesifik pembelajaran
kooperatif berdasarkan karakteristik tipe model tertentu. Ada lebih dari 50
tipe model pembelajaran kooperatif, namun hanya beberapa yang biasa digunakan
misalnya langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD (student Team-Achievement
Division), Jigsaw, GI (Group Investigation) dan sebagainya. Berikut
ini penjelasan langkah-langkah atau sintaks beberapa tipe pembelajaran
kooperatif tersebut. Anda sebagai pendidik profesional di abad-21 diharapkan
dapat menerapkan model-model tersebut dalam pembelajaran.
Langkah atau sintak inti pembelajaran pada
kooperatif tipe STAD berdasarkan pendapat penemunya, yaitu Slavin (1995),
adalah: 1) presentasi materi (oleh guru), 2) siswa belajar dalam kelompok, 3)
siswa mengerjakan kuis individual, 4) pemberian skor peningkatan individual,
dan 5) penghargaan kelompok. Sintak secara lengkap, jika kita ingin menerapkan
pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah: 1) Orientasi (apersepsi,
penyampaian tujuan, dan memotivasi), 2) guru mempresentasikan materi, 3) siswa
belajar atau berdiskusi dalam kelompok, 4) siswa mengerjakan kuis individual,
5) pemberian skor peningkatan individual, 6) penghargaan kelompok, dan 7)
Penutup (penyampaian review dan tindak lanjut).
Bagi anda yang ingin menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, sebagaimana dikemukakan oleh penemunya (Sharan& Sharan, dalam Slavin, 1995), prosedur pembelajaran tipe Jigsaw adalah:
- Pemberiaan materi yang sudah dipecah berikut lembar kerja ahli (expert sheet) kepada kelompok asal (home team)
- Diskusi kelompok ahli (expert team) yang terdiri dari gabungan anggota-anggota kelompok asli dengan materi yang sama mendalami materi tersebut.
- Diskusi kelompok asli (home team) di mana setiap anggota menjelaskan materi masing-masing kepada anggota lain dalam kelompoknya.
- Mengerjakan kuis dengan bahan semua materi yang dipelajari.
- pemberian penghargaan kelompok
Sama seperti jenis model pembelajaran
kooperatif lainnya, dalam tipe Jigsaw, Anda dapat memulai dengan menambahkan
tahapan Orientasi dan Penutup. Dalam tahapan Orientasi, guru menyampaikan
tujuan pembelajaran dan menginspirasi siswa untuk berpartisipasi dalam pembelajaran.
Langkah Orientasi ini dianggap penting sesuai dengan norma sosial dalam
kehidupan kita, yang mencakup memberikan pengantar atau petunjuk belajar,
menyampaikan tujuan pembelajaran, mengaktifkan pengetahuan awal siswa
(apersepsi), dan memotivasi mereka untuk belajar. Selanjutnya, tahapan Penutup
merupakan langkah terakhir dalam pembelajaran di mana guru perlu memberikan
konfirmasi tentang pemahaman materi yang telah dipelajari, bisa juga berupa
penyusunan rangkuman, atau penyampaian pesan-pesan moral yang relevan sebagai
bagian dari pendidikan karakter yang terintegrasi.
Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) atau Investigasi Kelompok, yang ditemukan oleh Herbart Thelen (1960) dengan mengacu pada gagasan John Dewey (1916) tentang demokrasi dalam pendidikan. Thelen berpendapat bahwa kelas seharusnya menjadi miniatur demokrasi yang bertujuan untuk mengeksplorasi masalah-masalah sosial antar pribadi (Arends, 1998). Dalam konteks pembelajaran sosial, Martorella mencoba menerapkan model GI ini dalam bidang pendidikan ilmu sosial (social studies). Joyce & Weil (1996: 73), seperti yang dirangkum oleh Winataputra (2001: 35-36), merumuskan langkah-langkah pembelajaran dalam model GI menjadi enam tahap, yaitu: 1) memperkenalkan siswa pada situasi yang menghadapi masalah, 2) mengajak siswa untuk melakukan eksplorasi sebagai respons terhadap situasi yang menantang tersebut, 3) memungkinkan siswa merumuskan tugas-tugas belajar (learning task) dan mengatur mereka untuk memulai proses pembelajaran, 4) memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran secara individu dan kelompok, 5) mendorong siswa untuk menganalisis perkembangan dan proses yang terjadi selama penelitian kelompok, dan 6) melibatkan siswa dalam proses pengulangan kegiatan untuk menguatkan pemahaman mereka.
Kemdikbud (2017) juga menjelaskan bahwa model GI atau investigasi kelompok memberikan pengalaman kepada siswa dalam memecahkan suatu permasalahan dengan caranya sendiri dan dibicarakan dalam kelompok secara demokratis. Secara umum pembelajaran dengan model GI menurut Depdiknas tersebut mencakup enam tahap, yaitu: 1) memilih topik, 2) perencanaan kooperatif, 3) implementasi, 4) analisis dan sintesis, 5) presentasi hasil final, dan 6) evaluasi.
Kegiatan pembelajaran dengan model GI
secara rinci mencakup: 1) siswa dibagi kedalam kelompok (4-5 orang); 2) guru
memberikan pengarahan tentang hal-hal yang harus dilakukan oleh siswa di
masing-masing kelompok; 3) siswa dihadapkan pada suatu situasi yang memerlukan
pemecahan atau suatu keputusan yang harus ditentukan; 4) siswa mengeksplorasi
situasi tersebut; 5) siswa merumuskan tugas-tugas yang harus dilakukan dalam
menghadapi situasi tersebut, antara lain merumuskan masalah, mennetukan peran
anggota kelompok, dan merumuskan alternatif cara yang akan digunakan; 6) dalam
melaksanakan tiga langkah di atas, siswa dapat dibimbing oleh guru (guru
bertindak sebagai mentor); 7) masing-masing kelompok melaksanakan kerja
mandiri; 8) siswa melakukan pengecekan terhadap kemajuan dalam menyelesaikan
tugasnya, kemudian hasil tugas kelompoknya dipresentasikan di depan kelas agar siswa
lain memiliki perspektif lebih luas tentang topik yang dipelajari; dan 9) siswa
saling memberikan umpan balik mengenai topik yang telah dikerjakan berdasarkan
tugas masing-masing kelompok, selanjutnya siswa bersama guru mengevaluasi
pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar